Sabtu, 13 Maret 2010

Doa yang tulus



Aku menikah 3 tahun yang lalu dan diberkati seorang putra 1 tahun. Kami tinggal di sebuah rumah pemberian Mertua. Sosial ekonomi mereka tergolong lebih mampu dari pada sosial ekonomi keluargaku.

Aku bekerja di sebuah Bank swasta di kotaku. Gajiku setiap bulan cukup untuk membiayai keluargaku. Tahun yang lalu terjadi suatu musibah yang tidak aku duga. Pihak Mertuaku meminta aku agar menceraikan isteriku. Proses perceraian di Pengadilan sudah disiapkan. Mungkin Mertuaku kurang berkenan mendapat menantu yang hanya seorang karyawan dan ingin agar putrinya dinikahkan dengan pria lain yang lebih mapan. Akhirnya kami berpisah dengan isteri dan putraku tercinta. Dunia ini aneh, apa saja dapat terjadi sesuai dengan keinginan asal tersedia fasilitas, meskipun sebenarnya itu tidak manusiawi.

Aku kembali ke rumah Ibuku yang sudah lanjut, 75 tahun. Keluargaku tidak dapat berbuat banyak, selain menghiburku agar aku tetap tabah. Iya benar akau harus tetap tabah dan tetap semangat. Aku pikir tidak menjadi gila saja aku sudah bersyukur.

Saat ini aku sudah berhenti dari Bank itu. Sekarang aku bekerja di sebuah toko makanan jadi seperti Mie instan dll. Pemilik toko, Tn. A ini adalah atasan aku semasa aku bekerja di Bank tadi. Tn. Dan Ny. A ini cukup pelit meskipun aku bekerja sungguh-sungguh. Tugasku adalah menjadi driver sebuah mobil box yang setiap harinya mensuply 2-3 toko lain. Untuk menjalankan tugasku ini, aku tidak diberi asisten untuk mengangkat dus-dus mie tadi. Jadi tugasku merangkap jadi driver dan pengangkut barang.

Saat istirahat siang haripun aku hanya mendapat jatah mie instan. Jarang aku makan nasi pada saat makan siang. Makan nasi hanya 2 kali yaitu pagi dan malam hari di rumah ibuku. Itupun dengan lauk yang sederhana seperti Tahu, Tempe dan Kecap. Dari pada aku kelaparan dan tidak dapat hidup maka aku bekerja dengan sungguh-sungguh. Mau pindah kerja saat ini terasa sulit untuk mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang cukup.

Hari demi hari aku menjalani hidup dengan sabar. Aku bersyukur akau masih dapat tinggal di rumah ibuku. Ayahku sudah meninggal beberapa tahun yang lalu. Dengan gajiku kami hidup berdua dengan Ibuku di sebuah rumah kecil.

Untung tidak dapat diraih, malang tidak dapat dielakkan. Suatu pagi, Ibuku ketika hendak berdiri setelah sarapan pagi, tiba-tiba Ibuku terjatuh dan kepalanya membentur lantai. Aku terkejut melihat Ibuku terjatuh. Ya Tuhan….cobaan lagi yang menimpa keluarga kami. Ada sedikit benjolan di belakang kepala Ibuku dan muntah satu kali.

Aku minta ijin kepada bos karena harus mengantar Ibuku untuk berobat kepada dokter terdekat. Ada seorang Dokter, dr. B yang buka praktik dekat dengan rumah kami. Ibuku setelah diperiksa oleh dr. B. katanya kesehatan Ibuku dalam keadaan baik. Ada sebuah benjolan yang terjadi akibat adanya perdarahan dibawah kulit. Ibuku mendapat resep obat berupa tablet dan gel untuk menghilangkan benjolan di kepala.

Terdengar ketukan pintu samping ruang praktik dr. B. Rupanya Ibunda dr. B ingin bicara dengan putranya. Ketika pintu terbuka ternyata Ibuku dan Ibunda dr. B saling kenal dan sempat ngobrol sejenak. Ibunda dr. B tampaknya lebih tua dari usia Ibuku tetapi masih segar dan sehat.

Ibuku bercerita keadaan keluarganya terutama keadaanku setelah bercerai ( dengan tidak wajar ) dengan isteri dan putranya. Ibuku prihatin benar dengan penghasilanku setiap bulan meskipun bekerja tidak mengenal lelah. Ibuku tampak seperti putus asa dalam menjalani hidup kami di dunia ini.

dr. B banyak memberikan banyak kata-kata penghiburan dan memberikan dorongan agar aku dan Ibuku tetap semangat dalam menghadapi segala macam cobaan hidup ini. Keadaan sosial ekonomi keluarga dr. B juga katanya tergolong sederhana saja, bukan dari keluarga yang kaya. Hal ini membuat dr.B lebih tabah dan lebih kuat dalam segala cobaan hidup. Aku mendengar perkataan dr. B bahwa Tuhan tidak akan memberikan cobaan yang tidak dapat dipikul oleh manusia artinya Tuhan Maha Mengetahui kondisi setiap umatnya. Tabah dan tetap semangat dalam hidup ini. Kalau isteri dan putraku harus meninggalkan aku, sudahilah kenangan pahit itu dan hiduplah untuk hari ini dan selanjutnya tanpa harus melihat ke belakang lagi. Mohonlah dan ketuklah pintu Tuhan semoga Tuhan memberikan yang terbaik bagiku dan Ibuku tercinta.

Tidak terasa hampir 1 jam kami berkonsultasi dengan dr. B yang baik hati itu.
Ibuku minta agar dr. B mendoakan kami. Dengan spontan dr. B berdoa bersama kami di ruang praktiknya. Doa dipimpin oleh dr. B yang diikuti oleh aku dan Ibuku dalam hati dan mengamini setiap permohon kami kepada Tuhan. Doa yang ringkas, padat dan rendah kati akhirnya ditutup dengan kata Amin. Hatiku dan hati Ibuku lega setelah didoakan. Kami tahu bahwa dr.B bukanlah seorang rohaniawan tetapi seorang dokter yang baik hati.

Aku dan Ibuku tidak kuasa membendung air mata kami yag menetes keluar. Sungguh mulia dr. B ini yang menaruh perhatian kepada kami. Ketika aku akan membayar biaya pemeriksaan Ibuku, dr. B berkata “Tidak usah, untuk beli obat saja di Apotik terdekat dan semoga lekas sembuh” kepada Ibuku. Kami dengan tulus berkata “ Terima kasih, dok. Tuhan memberkati.”

Dalam perjalanan pulang kami bersyukur, masih ada orang yang mau memberikan semangat kepadaku. Aku harus tetap semangat! Aku harus tetap semangat! Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar