Rabu, 19 Agustus 2009

Histeria


Masa yang paling menyenangkan adalah masa ketika kami duduk di bangku SMU. Ak mempunyai banyak teman laki-laki dan wanita. Teman wanitaku yang paling dekat adalah Rini. Penampilan Rini biasa-biasa saja. Sebenarnya Rini enak diajak bicara. Tutur katanya lembut dan tidak sombong. Ada satu kekurangan pada diri Rini yang sangat mengganggu yaitu bau badannya yang tidak sedap.

Hari Selasa kemarin adalah hari Olah raga di kelas kami. Guru Olah raga kami, Pak Juanedi memberikan pelajaran Senam Lantai. Dan tersedia beberapa matras busa diatas lantai. Satu per satu, para murid kelasku dilatih salah satu Senam Lantai. Ketika giliran Rini, tiba-tiba ia terjatuh diatas matras. Tubuh Rini terbaring diatas matras cukup lama sehingga membuat panik Pak Junaedi dan teman-temanku. Segera kepala Rini diberi obat gosok, dan berangsur-angsur Rini sadar.

“Apakah yang kau rasakan Rin?” Pak Junaedi bertanya kepada Rini.
“Dadaku sakit, Pak” jawab Rini.
“Ya sudah, kamu istirahat saja di tepi” Pak Junaedi memberikan saran kepadanya.
Seusai pelajaran Olah raga, keadaan Rini sudah membaik dan dapat diajak bicara.
“Kamu kenapa sih Rin. Tidak biasanya kamu pingsan begitu” kataku kepada Rini.
“Aku tidak tahu, Nur. Mendadak aku sakit dada dan terjatuh diatas matras” jawab rini.
“Untung jatuhnya diatas matras, coba kalau diatas lantai. Kepalamu bisa benjol” aku menggodanya
“Ah kamu, Nur” wajah Rini merah. Ia tampak cantik.

---------

Acara kenaikan kelas telah tiba. Semua murid naik ke kelas III. Acara ini dirayakan oleh salah satu teman kami, Tuti di rumahnya yang besar. Keluarga Tuti tergolong keluarga kaya. Halaman rumahnya luas dan ruangan depan dan tengahnya telah di ubah menjadi ruang pesta kecil-kecilan. Tuti telah memanggil Pemain Organ Tunggal yang terkenal di kota kami. Wah pesta kami akan meriah. Aku dan teman-teman sudah berjanji dengan teman cowok kami sekelas akan menghadiri acara pesta kenaikan kelas kami di rumah Tuti.

Malam Minggu yang telah ditentukan telah tiba, kami berpasangan telah berkumpul di rumah Tuti. Rini seorang diri datang tepat ketika acara akan dimulai. Setelah kata sambutan dari Tuti selaku Nona rumah, acara santap malam dimulai diiringi musik Organ. Suara ketawa yang hadir di pesta itu terdengar di setiap sudut ruangan. Orang tua Tuti tidak hadir, kata Tuti ortunya sedang pergi ke Singapore.

Setelah santap malam kami ngobrol di halaman belakang yang merupakan sebuah Taman yang asri. Kami merasa betah duduk di taman ini, apalagi suasana malam itu santai dan semua yang hadir gembira karena naik kelas.

Acara melantaipun tiba, lampu di ruangan tengah dipadamkan sebagian sehingga tampak remang-remang. Kami akan melantai bersama pasangan masing-masing. Rini tidak mempunyai pasangan untuk melantai. Aku merasa kasihan kepadanya. Teman-teman cowokku enggan mendekatinya karena masalah B.O. Rini. Ketika aku melirik ke arah Tini, tubuh Rini terjatuh keatas sofa di salah satu sudut ruangan. Secara reflex aku lari ke arah Rini. Rizal, pasanganku mengikutiku dari arah belakang. 

Tampak Rini tidak sadar. Aku berdiskusi dengan Rizal dan Tuti. Apakah Tuti dibawa ke Rumah Sakit atau kami memanggil Dokter. Akhirnya kami memutuskan memanggil Dokter keluarga Tuti yaitu Dokter Stefen.

Beliau datang tak lama kemudian ketika beliau akan pulang ke rumah, terdengar dering telepon di Ruang prakteknya.
Dokter memeriksa Rini. Ketika akan memeriksa bunyi Jantung Rini, Dokter membuka kancing baju Rini dan tampak sekilas oleh Dokter salah satu kelopak mata Rini terbuka sedikit. Hal ini ditangkap oleh pandangan mata Dokter Stefen.
“Untuk saat ini baik, tak perlu kuatir, nanti juga pasien akan bangun kembali. Temani saja barang sebentar” kata Dokter Stefen. 

Tuti mengajak Dokter Syefen dan aku masuk ke sebuah ruangan baca keluarga Tuti.
“Dokter, sebenarnya apa penyakit Rini ini. Ia sering pingsan dan kami khawatir akan kesehatan teman kami yang satu ini?” Tuti bertanya kepada Dokter Stefen.
“Ketika kalian akan melantai, Rini merasa tidak mempunyai pasangan sehingga ia M.P.O.”

“Apa pula arti M.P.O. itu, Dok” sahut Tuti.
“Menarik Perhatian Orang, agar orang memperhatikannya dengan menjatuhkan tubuhnya. Ia mengambil suatu simbul untuk menyatakan keinginannya, misalnya ia mengatakan sakit dadanya atau anggota tubuh lainnya. Sakit dada itu merupakan simbul dari keinginan untuk dipeluk. Ketika saya membuka salah satu kancing bajunya, ia merasa senang dan ingin melihat siapa yang berbuat itu pada pakaian yang melekat di dadanya. Saya melihat sekilas kelopak mata kirinya terbuka. Sebenarnya ia tidak apa-apa, ia sadar. Ia berperilaku begitu agar orang lain memperhatikan dia. Kasus ini disebut Histeria yang biasa menghinggapi wanita-wanita umur pubertas. Cocok dengan usia Rini,” begitu Dokter Stefen menjelaskan panjang lebar tentang teman kami ini.

“Mengapa Rini selalu jatuh di tempat yang empuk, seperti matras atau sofa?” aku bertanya kepada dokter.
“Itulah bedanya dengan penyakit Epilesi ( Ayan ) pasien ini akan terjatuh ketika terjadi serangan Epilepsi, ia akan jatuh dimana saja oleh karena ia tidak sadar saat itu. Pada Histeria, ia selalu mencari tempat yang aman terlebih dulu seperti matras, kasur, sofa dan lain-lain. Ketika menjatuhkan diri ia sadar dan menginginkan ada orang yang memperhatikannya.

“Lalu bagimana mengatasinya, Dok. Ia mempunyai masalah dengan B.O. nya sehingga teman-teman cowoknya tidak mau mendekati Rini” aku bertanya.
“Kalau masalah B.O. kan bisa mengunakan Deodorant yang banyak di jual di Super Market. Wajahnya juga lumayan. Saya kira ia akan mendapatkan teman cowok dan Histeria-nya tidak akan timbul lagi. Aku pamit dulu” kata Dokter Stefen sambil melangkah ke luar ruangan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar