Minggu, 02 Agustus 2009

Penyakit Agogo


 Pagi itu Badrun berjalan melewati rumahku. Kami bertetangga dekat. Aku melihat ia berpakaian rapih dan wajahnya berseri-seri.
“Mau kemana hari ini, Drun?” aku menyapa Badrun.
“Aku mau ke Jakarta, mengantar bos” jawab Badrun
“Yo wis, selamat jalan Drun.” Aku memberi selamat kepadanya.
Badrun yang supir mobil pribadi bosnya Tn. Rahmat, sudah bekerja selama sekitar 2 tahun. Isterinya berjualan Rujak di rumahnya. Mereka mempunyai seorang putra berumur 1 tahun.
 Lima hari kemudian Badrun mendatangi rumahku untuk sekedar ngobrol.
“Ali, aku mau ngobrol. Kau ada waktu?” katanya kepadaku
“Boleh. Ada apa sih, tumben kau mau ngobrol dengan ku. Biasanya kau hanya lewat rumahku saja” aku meledeknya.
“Begini Li, aku ada masalah.” Kata Badrun.
“Masalah apa sih, sepertinya kau tak ada masalah. Kau sudah punya pekerjaan tetap, mau apa lagi?”
“Aku sakit kencing, Li.” Badrun memulai pembicaraanya.
“Kalau sakit, pergilah berobat ke dokter. Masa datang kepadaku” aku menjawab.
“Itulah yang aku mau tanyakan kepada kau. Ke dokter mana ya” sepertinya Badrun masih bingung.
“Di dekat sini kan ada Dokter Budi. Kau bisa berobat kepadanya” aku menjawab sekenanya.
“Emang kenapa kau sakit kencing?” aku bertanya kepada Badrun.
“Waktu aku mengantar bosku ke Jakarta, kami bermalam disuatu hotel. Ia memasukkan seorang wanita ke dalam kamarnya. Agar aku tidak melaporkan kepada isterinya, aku disuruh mengambil seorang wanitta yang tidak aku kenal. Bosku bilang wanita itu pandai memijit. Semula aku ragu, tetapi karena emang badanku pegel linu sehabis seharian berputar-putar kota Jakarta, akhirnya aku mau juga. Wanita itu masih muda dan tampak bersih. Kami masuk kamar khusus untuk para supir. Wanita itu Wati namanya, tampak seperti murid SMU. Pakaiannya bersih, tutur katanya halus dan pandai merayu. Begitu kami masuk kamar, ia langsung merayuku dan melepaskan celana panjangku. Selanjutnya aku main dengan Wati” tutur Badrun kepadaku.
“Astaga Drun kau tak ingat isterimu? Kok mau-maunya sih engkau bermain dengan wanita lain?” aku menyalahkan Badrun.
Badrun melanjutkan ceritanya “Tiga hari kemudian sepulang dari Jakarta, aku sakit ketika kencing dan celana dalamku ada bercak nanah warna kuning. Itulah ceritanya Li.”
---
Keesokan harinya kami bertemu lagi.
Badrun melaporkan kisah berobatnya kepada Dokter Budi kemarin sore.
“Apa kata dokter, Drun.”
Badrun menjawab “Kata Dokter aku sakit Agogo, Li. Aku tak paham Agogo itu apa? Setelah menyuntik bokongku, dokter memberi resep obat yang aku tebus di Apotik. Sekarang aku tidak sakit kencing lagi, tetapi aku masih harus menghabiskan obatku. Begitu kata dokter.”
“Kau tahu enggak sakit Agogo itu apa, Li” Badrun bertanya lagi.
Aku yang pernah membaca sebuah artikel kesehatan di sebuah majalah mengetahui bahwa Agogo itu suatu plesetan dari penyakit G.O., Gonorrhoe, Kencing nanah, penyakit yang ditularkan melalui hubungan kelamin.
“Kau mengidap sakit Kencing nanah, Drun” aku menjawab.
“Hah…” Badrun terkejut mendengar jawabanku
“Wati itu tampaknya bersih, Li, kulitnya halus dan tidak kudisan. Masak aku kena penyakit begituan.” Badrun masih tidak percaya.
“Drun, kuman Agogo itu kecil, tak dapat dilihat dengan mata biasa. Kuman Agogo tidak sebesar bola tennis, sehingga kau tak dapat melihatnya pada diri Wati” aku menjawab, aku mendapat informasi ini dari artikel kesehatan yang pernah aku baca.
“Ya sudah, sekarang engkau sudah berobat. Kau sudah ditraktir oleh bosmu main dengan Wati, apakah bosmu mentraktitr juga biaya pengobatannya? aku bertanya kepada Badrun.
“Aku malu, Li minta penggantian ongkos berobat. Aku kapok main dengan wanita macam Wati itu. Sakit kencingnya itu lho, tak tertahankan” kata Badrun.
“Makanya Drun, jaman sekarang kita mesti eling lan waspodo. Jangan main tancap aja. Ingat isteri dan anak di rumah” aku menasihati Badrun temanku yang supir itu.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar