Kamis, 27 Agustus 2009

Terlambat Haid



Tiga minggu yang lalu aku kehilangan salah satu anggota keluargaku. Ibundaku meninggal dunia pada usia 77 tahun. Sebelum meninggalkan kami, Ibunda tidak mengalami sakit yang serius, beliau pergi ketika kami hendak membangunkan solat subuh. Beliau tidak bereaksi dan tubuhnya dingin. Ibundaku telah pergi tanpa pesan apa-apa. Aku menangis di samping Ibundaku.

Aku, suamiku dan putra kami, Yusuf tinggal bersama Ibundaku menempati rumah peninggalan Ayahandaku. Ayahandaku telah mendahului Ibundaku sejak lima tahun yang lalu. Aku merasa kehilangan sekali, aku sedih, aku stres berat. Aku sekarang yatim piatu. Kalau mendapat masalah aku selalu meminta pendapat kepada Ibundaku. Beliau mau mendengarkan segala keluh kesahku dan dapat menghiburku. Sekarang tidak ada lagi orang yang dapat dimintai pendapatnya bila aku mendapat masalah.

Hubungan dengan suamiku kurang baik akhir-akhir ini. Pekerjaan di kantornya banyak dan sering kali membawa masalah kantor ke dalam rumah kami. Di kantor tempat aku bekerja sebagai juru tik tidak ada masalah. Beban kerjaku tidak terlalu berat dan tidak pernah membawa masalah Kantorku ke dalam rumah kami.

Yusuf, putra kami yang duduk di kelas 3 S.D. baik-baik saja. Prestasi belajarnya cukup baik, di atas rata-rata teman sekelasnya. Berangkat dan pulang sekolah ia tidak perlu diantar lagi karena Ia dapat berjalan dengan temannya ke gedung SD yang hanya berjarak 200 meter dari rumah kami. Sekarang kami tinggal berempat. Saya, suamiku, Yusuf dan Marisa. Marisa adalah kakak perempuanku yang tertua tetapi tidak mempunyai suami. Kepada Marisa-lah kami menitipkan Yusuf ketika kami bekerja di Kantor.
----

“Mas aku terlambat Haid” aku berkata kepada suamiku, pagi hari sebelum ia berangkat ke Kantornya.
Kami tidak menggunakan salah satu cara KB, kami ingin Yusuf mempunyai adik.

“Sudah berapa hari?” suamiku bertanya.
“Sudah hampir 2 minggu ini” aku menjawab.
“Kok, baru sekarang kamu bilang” suamiku mulai menyalahkan aku.
“Aku kan sedang stres setelah Ibundaku meninggal. Aku kurang memperhatikan lagi siklus Haidku pada bulan ini” kataku
“Apa, kamu tidak nyeleweng dengan laki-laki lain?” suamiku menuduhku seenaknya.
“Mas, ingat Mas, aku sejak kawin denganmu tidak pernah bergaul erat dengan laki-laki manapun. Kok sekarang Mas menuduhku yang bukan-bukan” aku membela diri.
“Ya siapa tahu” suamiku tidak mempercayaiku.
“Ya Tuhan, setan mana yang telah merasuki suamiku ini?” mukaku pucat, badanku dingin, aku ingin menangis dan mengadu kepada Ibundaku, tetapi beliau sudah pergi meninggalkan aku. Aku tidak dapat curhat kepada beliau lagi. O Tuhan kuatkanlah hatiku, aku memohon kepadaNya.

Suamiku pergi ke Kantor, setelah berkata “Pergilah ke Dokter secepatnya.”
Di Kantorku, aku curhat kepada temanku Siti.
“Jangan panik dulu, Ani. Berkonsultasilah dengan Dokter. Saya antar ya nanti sore” perkatakan Siti menyejukkan hatiku, seharusnya suamiku yang berkata seperti itu.
“Tidak usah repot-repot Ti, aku akan minta suamiku mengantar ke Dokter agar jawaban Dokter dapat didengar juga oleh suamiku juga. Aku tidak berhubungan dengan lelaki lain selain dengan suamiku dan sejak 3 minggu ini kami tidak berhubungan su-is karena kesibukan Kantor kami masing-masing” aku menolak ajakan Siti temanku.

“Mas, sore ini antarlah aku ke Dokter Stefen” aku meminta kepada suamiku.
“Baik, aku akan mengantarmu, kebetulan tidak ada pekerjaan Kantor yang harus diselesaikan di rumah pada sore ini” jawab suamiku. Kadang kala suamiku temperamennya lembut, kadang kala temperannya kasar. Apakah ia juga mengalami Stres di Kantornya? Aku belum sempat bertanya kepada suamiku tentang hal ini.
----

“Silahkan duduk Ibu dan Bapak. Ada masalah apa?” kata Dokter Stefen dengan ramahnya.
Kami sudah sejak lama mengenal Dokter Stefen. Beliau sudah menjadi Dokter Keluarga kami. Aku menceritakan bahwa aku sudah 2 minggu terlambat Haid, dan sejak 3 minggu yang lalu kami tidak berhubungan su-is dan 3 minggu yang lalu Ibundaku meninggal dunia. Aku sedih berat.
 “Baik, saya periksa duku ya” kata Dokter Stefen.
Beliau memeriksa tekanan darahku, meraba perutku di bawah Pusar dan lain-lain pemeriksaan rutin.
“Rahim Ibu tidak membesar, lain-lain baik. Begini saja, Ibu periksa Urine dulu di Laboratorium Klinik di sebelah tempat praktek saya dan nanti hasilnya dibawa kemari” Dokter Stefen memberi advisnya.

Setelah hasil pemeriksaan Kehamilanku dibaca oleh Dokter Stefen, beliau berkata “Hasil Tes Kehamilannya Negatip, berarti Ibu tidak sedang Hamil saat ini.”
“Tidak hamil, Dok” suamiku bertanya.
“Benar. Kalau Hamil maka hasil tes-nya akan Positip, Pak. Tenang….” kata Dokter Stefen.

Suamiku bertanya lagi “Kalau tidak Hamil, lalu mengapa Isteri saya terlambat Haidnya, Dok?”
“Tidak datangnya Haid, bila seorang wanita tidak Hamil, disebabkan karena ada ketidakseimbangan hormon Estrogen dan Progesteron didalam tubuhnya.” Dokter Stefen menjelaskan dengan sabar.
“Apa penyebab ketidakseimbangan hormon tadi, Dok “ suamiku terus bertanya.
“Stres yang berat misalnya kehilangan suami, isteri, ayah. ibu, anak dsb” 
Dokter Stefen melanjutkan “Apakah Ibu pernah mengalami Strres berat dalam kurun waktu 3 minggu ini?
“Benar, Dok. Ibundaku meninggal dunia 3 minggu yang lalu. Aku merasa kehilangan sekali atas kepergian beliau” jawabku kepada Dokter.
“Cocok. Haid bagi seorang wanita itu unik. Kalau datang diomelin, tetapi kalau terlambat datang diminta datang. Emang sifat manusia begitu, tidak pernah puas apa yang didapatnya” kata Dokter.

“Lalu bagaimana solusinya, Dok” suamiku bertanya lagi dengan tidak sabar.
“Ya dipancing, agar Haidnya datang. Saya akan tuliskan resep untuk Ibu. Sehari 1 tablet selama dua hari berturut-turut. Tunggu 7 – 10 hari. Haid Ibu akan datang. Itulah Plan A.” jawab Dokter.
“Kalau tidak datang Haid setelah 10 hari bagaimana Dok “ kata suamiku masih penasaran.
“Kita lakukan Plan B” jawab Dokter Stefen singkat.

Kami tidak sempat bertanya apa yang dimaksud dengan Plan B itu, karena Dokter Stefen segera mempersilahkan kami keluar untuk memeriksa pasien berikutnya.

Lima hari kemudian ketika aku bangun tidur, aku merasa ada sesuatu yang tidak beres pada CD-ku. Ada bercak merah di CD-ku. Haidku datang. Terima kasih Tuhan. Memang Dokter Stefen adalah seorang Dokter yang pintar. Kami merasa beruntung mempunyai seorang Dokter seperti Dokter Stefen. Tanpa melakukan Plan B, yang kami belum tahu apakah itu, Haidku sudah datang. Aku mencium kening suamiku yang masih tidur di sisiku.
 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar