Aku merasa heran terhadap Pak Iwan, tetangga sebelah rumahku. Dalam setahun ini ia mengalami kecelakaan sebanyak 5 kali sejak awal tahun. Meskipun tidak sampai fatal tetapi Pak Iwan mesti mengalam rawat inap atau rawat jalan di Rumah sakit Umum di kotaku.
Suatu malam kami mendapat giliran jaga Siskamling di kampung kami. Aku sempat ngobrol dengan pak Iwan di Gardu jaga di dekat perempatan salah satu Gang. Sudah lama aku mengenal pak Iwan sejak kepindahan keluarganya ke sebelah rumahku. Oleh Pimpinan Kantornya Pak Iwan yang berasal dari kota lain, dipindahkan ke kotaku. Pak Iwan bersifat agresif kalau berbicara dengan orang lain, tidak peduli orang lain belum selesai bicara, ia sudah berbicara lebih banyak. Ia tidak mau menerima saran orang-orang sekitarnya. Akibatnya ia sering bertengkar dengan teman sekantor atau teman sekampungnya.
“Bulan Januari tahun ini aku masuk Rumah Sakit di kota dimana Kantor Pusat kami” kata Pak Iwan mengawali obrolan kami sambil mengisap rokoknya.
“Mengapa Bapak Masuk Rumah Sakit” aku bertanya.
“Aku mengalami kecelakaan lalu lintas ketika aku mengendarai mobil dinasku. Ada sebuah Minibus Suzuki yang mendahului mobil dinasku dengan tidak membunyikan klakson terlebih dulu. Setelah mobil itu berada di depan mobilku. Aku tanjap gas lagi untuk mendahului mobil itu. Dahulu mendahului terjadi sebanyak 3 kali. Yang terakhir kali perhitunganku meleset. Ketika akau ingin mendahuui mobil tadi, mendadak aku melihat ada Bus dari arah yang berlawanan. Aku banting setir kekiri persis di belakang mobil yang akan aku kejar. Mobilku menabrak sisi jembatan, kakiku patah, aku masuk Rumah Sakit selama 1 bulan.
Bertutur-turut aku megalami kecelekaaan lain yang lebih ringan”
“Bulan Maret ketika aku sedang menaiki tangga ketika akan memperbaiki genteng rumah kami yang bocor, aku terjatuh dari ketinggian 2 meter. Aku kurang hati-hati memasang tangga di atas selokan air. Salah satu kaki tangga masuk ke selokan air dan tangga itu miring sehingga kesimbanganku terganggu dan aku terjatuh. Untung aku tidak luka-luka. Padahal sebelumnya isteriku sudah memperingatiku, katanya lebih baik penggil orang untuk memperbaiki genteng yang bocor itu, tetapi aku bilang genteng itu hanya melorot sedikit saja. Mudah digeser sedikit gentengnya, pasti tidak bocor lagi. Saat itu aku tidak menerima anjuran isteriku dan aku harus menanggung akibatnya” kata Pak Iwan.
“Bulan April tangan kananku terbakar. Setelah membersihkan tanganku dengan lap yang dibasahi bensin sehabis membersihkan mesin mobil dinas, aku ingin merokok. Ketika korek api itu menyala, api langsung menjilat tanganku yang masih basah oleh bensin. Aku kaget dan secara refleks aku memasukkan tangan kananku ke dalam ember yang berisi air bekas mencuci mobil itu” Pak Iwan melanjutkan kisahnya.
“Bagaimana selanjutnya Pak Iwan?” aku dan teman-teman Siskamling makin asik mendengarkan kisah pak Iwan. Malam makin larut dan turun hujan gerimis.
“Bulan Juni, aku kena musibah lagi. Suatu saat aku dan temanku pergi ke suatu tempat dalam rangka survey lapangan. Saat istirahat kami masuk ke sebuah Rumah Makan. Perut kami sudah lapar dan aku memasukkan Nasi ke dalam mulutku, tanpa minum terlebih dahulu. Tiba-tiba akau tidak dapat nafas dan Nasi itu nyangkut di tenggorokanku. Aku panik dan temanku panik juag. Ia minta tolong kepada seorang lelaki yang duduk di meja sebelah kami.
“Pak, tolong teman saya. Tampaknya ia keselek makanan” kata teman sejawatku.
“Laki-laki itu segera mendekatiku dan tanpa ragu-ragu, ia menepuk pundak dekat leherku dengan satu tepukan yang agak keras. Nasi itu keluar dari mulutku dan hampir mengenai wajah teman sejawatku. Aku segera minum air teh yang tersedia. Aku mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak yang tidak kami kenal sebelumnya. Ternyata ia seorang perawat sebuah Rumah Sakit yang sedang dalam perjalanan bersama keluarganya dan makan di Rumah Makan itu. Wah aku malu juga atas kejadian itu” kata Pak Iwan.
“Mengapa pak Iwan sebelum makan tidak minum dahulu, agar tenggorokan basah dan makanan mudah masuk ke lambung Pak Iwan?’ kata aku yang pernah mengalami hal yang sama. Untung saja dengan dorongan air minum, nasi di dalam tenggorokanku dapat segera terdorong masuk ke lambungku.
“Bulan Agustus, aku mendapat kecelakaan lagi. Hampir saja wajahku tersiram air panas” Pak Iwan melanjutkan kisahnya.
“Air panas, Pak?” Didin bertanya kepada Pak Iwan.
“Iya air panas” Pak Iwan menegaskan dengan bersemangat.
“Minum dulu Kopinya Pak” aku mempersilahkan pak Iwan minum kopi.
Setengah gelas Kopi masuk ke dalam perut Pak Iwan.
“Ketika itu, dalam sebuah perjalanan ke luar kota mesin mobil dinas kami ngadat. Mobil tidak dapat dipacu lebih cepat. Aku melihat alat pengukur suhu mesin di dashboard, Ternyata panasnya melebihi angka yang ditetapkan. Mesin mobil kami panas sekali. Mungkin Radiatornya bocor atau Karet Radiatornya sudah aus sehingga air Radiator menguap dari sana.” Kata Pak Iwan sambil menghisap trokok kreteknya.
“Aku parkir mobil itu di pinggir jalan, lalu membuka kap mesinnya. Meskipun teman seperjalananku mengatakan bahwa sebaiknya mesin mobil itu didiamkan saja dahulu agar suhunya menurun dengan sendirinya, aku tidak mendengarkannya. Kalau menunggu berarti kami akan tiba di tempat tujuan lebih lama. Kemudian aku dengan menggunakan kain lap aku mencoba membuka tutup Radiator mobil itu. Seketika itu juga uap panas munrat ke atas. Secara refleks aku memalingkan wajahku ke kanan, tetapi terlambat tangan kananku tersembur uap panas itu. Temanku segera mengambil botol air minum kami dan segera menyiram tangan kananku dengan air minum. Meskipun tertolong tetapi tangan kananku sempat melepuh juga. Temanku menyalahkan aku yang tidak mendengar sarannya agar mesin mobil jangan diutak-utik dulu sebelum suhu mesin menurun. Aku menyesal, tetapi menyesal kemudian tidak ada gunanya. Lihatlah ada bekas luka bakar di tangan kananku. Rupanya air di Radiator itu sudah neyusut banyak sehingga mesti diisi air tambahan agar sistim pendingin mesin bekerja dengan baik.
“Oleh keluargaku, aku dilihat oleh orang pintar. Katanya musibah yang beruntun ini akibat aku diganggu mahluk halus. Aku sudah diruwat, dimandikan dengan air kembang tujuh rupa, tetapi rasanya di dalam pekerjaanku aku selalu cenderung mengalami kecelakaan. Barangkali ada diantara saudara-saudara ada yang mempunyai saran?” Pak Iwan bertanya kepada kami yang sedang jaga Siskamling.
“Kalau upaya paranormal tidak berdaya guna, mungkin lebih baik bila Pak Iwan berkonsultasi dengan Dokter Stefen. Ia dokter umum dan merupakan dokter keluarga kami. Tempat prakteknya di dekat kampung kami Pak” kata Pak Saleh kepada Pak Iwan.
“Kalau ke dokter aku malu” kata Pak Iwan
“Kok malu Pak. Bapak kan tidak menderita penyakit menular. Aku mau mengantar Pak Iwan ke Dokter Stefen” kataku, karena Pak Iwan tetangga paling dekat dengan rumahku.
“Baiklah, kalau Pak Junaedi mau mengantar aku, besok sore kita kesana ya” kata Pak Iwan gembira.
---
Setelah Dokter Stefen bertanya riwayat penyakit dan memeriksa Pak Iwan, beliau berkata “Badan Pak Iwan baik-baik saja, tidak ada kelainan fisik. Kecelakaan yang Pak Iwan alami itu namanya Accident prone atau kecenderungan mengalami kecelakaan lebih banyak dari orang biasa. Kepribadian Pak Iwanlah yang menyebabkan kecelakaan itu dan bukan karena gangguan mahluk halus.”
“Kepribadian saya biasa-biasa saja Dok, saya juga sudah beristeri dan mempunyai 2 orang anak” kata Pak Iwan yang tidak mau dianggap mempunyai gangguan kepribadian.
“Bukan itu masalahnya. Coba diingat-ingat: apakah Pak Iwan bersifat agresif kalau melihat ada orang yang sedang berbicara atau selalu ingin mendahului mobil lain yang telah mendahului mobil Pak Iwan. Juga apakah Pak Iwan mau mendengarkan saran atau advis orang lain termasuk isteri pak Iwan sendiri?” kata Dokter Stefen.
Kepala Pak Iwan mengangguk-angguk seperti kepala ayam mematuk butiran padi di tanah. Ia teringat bahwa kecelakaan yang dialaminya kebanyakan akibat ia bersifat agresif, tak mau menerima saran atau tidak mau mendengar nasehat temannya atau isterinya sehingga ia terjatuh dari tangga pada bulan yang lalu.
“Pak Iwan mesti merubah, sikap mental Pak Iwan agar mau lebih banyak mengalah dan menerima saran orang lain. Lain kali Bapak datang lagi kesini untuk bicara soal kepribadian, ya” kata Dokter Stefen sambil membukakan pintu ruang prakteknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar