Jumat, 21 Agustus 2009

M i m p i


“Pak Edi, harap dikeluarkan uang sebanyak Rp. 500 juta untuk keperluanku” kata atasanku.
“Tapi, Pak” aku menjawab perintah beliau.
“Tidak ada tapi-tapian, aku sedang membutuhkannya” kata atasanku lagi.
Aku tahu ia sedang mengincar wanita yang ketiga, padahal beliau sudah mempunyai 2 isteri.

Ketika aku meminta tanda tangannya di dalam surat pengeluaran uang, ia tidak mau menanda-tangainya.
“Pak Edi atur saja urusan itu” jawabnya
Kok enak benar ambil uang Kantor lalu orang lain yang harus bertanggung jawab. Kalau sudah kepepet butuh uang, maka segala cara dihalalkan.

Dengan makin aktipnya gerakan anti Korupsi, salah satu LSM mencium ketidak beresan keuangan Kantor pemerintah dimana kami bekerja.
Aku masuk tahan Polisi dan atasanku sebagai biang Korupsi menemaniku di dalam tahanan. Pak Samad keesokan harinya bisa keluar atas jaminan keluarganya yang mengusahakan tahanan rumah. Dia yang makan uangnya, aku juga yang kena hukumannya. Dunia tidak adil.

Uang, rokok, makanan kiriman keluargaku yang membesuk aku habis diminta teman sekamar tahanan. Bila tidak diberi mereka akan memaki-maki aku.
“Dasar koruptor, tidak mau bagi-bagi kepada orang lain” teriak mereka kepadaku.

Suatu malam aku tidak dapat tidur. Banyak nyamuk beterbangan disekitar kami. Bau pengap akibat kami jarang mandi menambah penderitaanku.
Aku berdoa “ O..Tuhan, lindungilah aku. Berilah kekuatan kepadaku yang tidak bersalah ini.”

Hujan yang turun deras di musim hujan ini menambah penderitaan kami. Banyak atap kamar tahanan yang bocor dan membasahi badan kami. Tiba-tiba aku mendengar suara menggelegar, suara petir. Sekejap kemudian atap kamar tahanan kami runtuh. Petir menyambar atap itu. Kakiku tertimpa atap yang runtuh. Aku mengerang kesakitan. Penderitaanku bertambah lagi. Kaki banyak mengeluarkan darah.

Ketika aku siuman, aku berada diatas sebuah bed di rumah sakit. Tangan kananku terikat pada ranjang besi dengan sebuah borgol. Kakiku hancur dan tidak dapat diselamatkan lagi. Besok kaki kananku akan diamputasi setinggai lutut. Aku berontak. Aku protes mengapa aku yang mendererita, mengapa bukan atasanku yang berbaring di bed ini? Tidak ada yang mau mendengar suara seorang koruptor miskin seperti aku ini. Aku hanya menjadi pelengkap penderita akibat ulah orang lain yang menikmati uang hasil kejahatannya.

Aku sedih kaki kananku sebagian hilang. Aku akan menjadi cadad seumur hidupku. Setelah aku dapat menguasai diriku, aku berdoa kepada Tuhan agar aku diberi ampun atas segala perbuatan jahatku, dan mohon agar kaki kananku segera sembuh dari luka operasi.

Tiba-tiba aku melihat sinar putih yang menyilaukan mata. Bayangan mahluk mirip orang berjalan menghampiri bed. Aku melihat sebuah kaki dari ujung kaki sampai sebatas lutut melayang bersama sinar putih itu menuju tubuhku. Suatu sentakan yang mengejutkan membuat aku merasakan ada gerakan di kaki kananku. Kaki kananku utuh kembali. Aku mengerak-gerakan kedua kakiku. Aku punya kaki yang lengkap. Aku bersorak kegirangan. Terima kasih Tuhan.

“Pak, pak bangun” isteriku mengoyang-goyangkan tubuhku.
“Mengapa berteriak-teriak begitu. Mimpi ya?” isteriku bertanya.
Aku terbangun, bajuku basah oleh keringat. Aku telah bermimpi. Aku bersyukur itu bukan realita. Aku sudah pensiun sejak tujuh tahun yang lalu. Tidak mungkin aku menjadi seorang Bendahara di Kantor Pemerintah lagi.-



1 komentar: