Masa yang paling indah adalah masa ketika duduk di SMU, begitu kata orang. Ada benarnya kalimat tadi. Aku mempunyai banyak teman antara lain Lisa. Rumah Lisa dekat dengan rumahku. Lisa seorang gadis yangcantik, periang, enak diajak bicara, sehingga tidak heran bila ia mempunyai banyak teman baik laki-laki maupun perempuan.
Lisa hidup dan dibesarkan oleh keadaan keluarga yang berkecukupan. Ayahnya seorang businessman yang sering bepergian keluar kota. Ibu nya seorang ibu rumah tangga yang aktip bergaul, membuat arisan bulanan untuk mengisi waktu sehari-hari. Tidak heran bila Lisa kurang mendapat perhatian orang tuanya.
“Nita, kau ikutlah denganku malam minggu besok.” Lisa berkata kepadaku sepulang dari sekolah. Kami menuntut ilmu di salah satu SMU di kota kami.
“Kemana Lis?” aku bertanya.
“Ke pesta si Lulu” jawan Lisa.
“Aku tak mau, malam Minggu keluargaku akan kedatangan Pamanku dari Solo. Aku harus membantu Ibuku di rumah” aku menolaknya.
“Iya dah, lain kali aku ajak ya, anak manis” Lisa meledekku.
Malam Mingu berganti malam Minggu, Lisa temanku selalu berpesta entah dimana tempatnya. Aku tidak memperdulikan keaktipannya. Sekali waktu aku pernah melihat Lisa turun dari mobil pemberian ayahnya, sambil memegang sebatang rokok. Dari mulutnya keluar asap rokok yang dihisapnya sambil mengemudikan mobilnya. Baunya tidak seperti rokok biasa yang sering aku hirup sebagai perokok pasip di dalam mobil angkutan kota. Aku curiga apakah Lisa mengisap rokok Ganja?
Kehidupan sosial Lisa yang tidak pernah diawasi orang tuanya makin tidak terkendalikan. Lisa sering berada di sebuah rumah teman lelakiku, Hasan yang sudah drop out dari SMU. Rumah Hasan dijadikan tempat berkumpul anak-anak muda. Kegiatan mereka tidak jelas selain membuat rumahnya penuh dengan asap rokok dan deru mesin sepeda motor.
Malam itu ada sepuluh orang laki-laki dan perempuan berada di rumah Hasan. Pada mulanya mereka mengisap rokok Ganja. Selanjutnya ada salah seorang teman Hasan, mengeluarkan alat suntik dan bubuk putih ( Putaw, Heroin ).
Toto mulai mempersiapkan alat suntik dan bubuk putih itu. Lalu ia menyunik dirinya sendiri di lengan kirinya, jarum menembus pembuluh darah baliknya. Teman-teman Toto secara bergantian dengan mempergunakan jarum yang sama menyuntik dirinya masing-masing.
Lisa ditawari suntikan oleh Toto. Lisa menolaknya. Toto terus menerus memaksa Lisa mau disuntik bubuk putih tadi.
“Lisa, bila kau tak mau di suntik, maka kau bukan anggota geng kami. Semua teman-teman mau disuntik. Tidak apa-apa. Tidak ada bahaya apapun, Lisa.” Toto merayu Lisa
Diledek begitu semangat Lisa bangkit dan akhirnya Lisa mau disuntik bubuk putih tadi. Sepuluh orang menjadi serasa terbang ( fly ). Tubuh-tubuh mereka bergelimpangan, tumpang tindih satu dengan yang lainnya.
Keesokan harinya aku melihat Lisa di sekolah dengan wajah yang tidak rapih, seolah belum mandi. Padahal Lisa adalah seorang perempuan yang cantik. Tidak ada konsentrasi untuk belajar. Matanya selalu menutup kalau tidak diajak bicara. Efek Puthaw, bubuk Putih sudah mempengaruhi kehidupannya.
Malam Minggu berikutnya, geng anak muda tadi berkumpul lagi di rumah Toto. Kali ini Lisa langsung meminta suntikan dari Toto.
Toto yang bandar Narkoba berkata “Lisa, minggu yang lalu, saya beri gratis, tetapi kali ini kau harus membayarnya.”
Lisa menjawab “Aku tak bawa uang, To.”
“Tidak apa-apa kau berikan cincinmu itru kepadaku dan engkau akan mendapatkan suntikan dariku” Toto memaksa Lisa untuk menyerahkan cincin emas pemberian Ibunya kepada Toto.
Toto tertawa sambil melucuti cincin di jari manis Lisa.
Kebiasaan menyuntik bubuk putih tadi telah membuat semua anggota geng itu ketagihan. Bila Toto tidak berada di rumah, mereka menjadi gelisah. Badan mereka kesakitan ( sakaw ) dan mereka akan berbuat apa saja demi satu suntikan Putaw.
Perhiasan Lisa sudah habis dilucuti Toto untuk membayar harga Putaw. Sudah tiga bulan uang sekolah Lisa tidak dilunasi, uangnya dipakai untuk membeli Putaw. Suatu malam Minggu Lisa mengunjungi rumah Toto. Dengan badan yang loyo Lisa berkata kepada Toto untuk meminta satu suntikan Putaw. Disana sudah ada seorang laki-laki yang tidak dikenal oleh Lisa. Ia menyangka itu adalah salah satu anggota keluarga Toto.
“To, beri aku satu suntikan.” Lisa meminta kepada Toto.
“Boleh. Apa yang akan kauberikan kepadaku. Mana uangnya?”
“Aku tidak bawa uang. Uangku sudah habis,To” Lisa menjkawab dengan lesu.
“Begini saja Lis, Kau temani sahabatku ini Jaenal di kamarku. Mau kan?” Toto merayu Lisa.
Lisa yang sudah kepepet dengan keinginan menjadi Fly, hanya menganggukan kepalanya saja.
Jaenal dan Lisa berada di dalam kamar Toto. Lisa mau menyerahkan kegadisannya kepada Jaenal demi satu suntikan Putaw. Efek Narkoba sudah menjerat Lisa. Lisa tidak kuasa menolak orang lain untuk berbuat apa saja terhadap tubuhnya.
Bulan depan Lisa sudah tidak sekolah lagi. Ayahnya kawin lagi dengan perempuan lain di kota Jakarta. Ibunya bangkrut akibat arisan yang dibuatnya dan temannya menipu Ibunya dengan membawa kabur uang ratusan juta rupiah. Suatu keluarga yang broken home.
Lisa akhirnya dirawat di salah satu Rumah Sakit Ketergantungan Obat di Jakarta. Biayanya yang mahal itu ditanggung Pamannya yang tinggal di Jakarta. Masa depan Lisa yang cantik sudah hancur akibat jeratan narkoba. Lisa menyesal, suatu penyesalan yang terlambat.
Aku bersyukur kalau aku selalu menolak ajakan Lisa untuk pergi ke pesta teman-temannya. Setelah kejadian itu aku lebih menekuni kegiatan kerohanianku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar